Suara sebagai Isyarat - Tamaddun FAI

Tamaddun FAI

"IMM GERAKANKU, TAMADDUN JATI DIRIKU"

Senin, 03 Desember 2018

Suara sebagai Isyarat


Oleh: Mahdi Temarwut
kebenaran tentang sebuah pengetahuan hanya akan bisa diungkapkan oleh mereka yang bersedia mendengar suara Tuhan. Melalui seluruh proses penciptaan yang dia paparkan. Dan alam semesta yang dia hamparkan.
Anda senang membaca? Fakta bahwa sekarang Anda sedang membaca tulisan ini menunjukkan bahwa Anda senang membaca. Mungkin ribuan buku sudah Anda lahap tuntas. Mungkin beragam laporan, catatan pribadi Anda, serta berbagai macam surat yang tak kalah seru dan hebat cerita yang dinarasikan. Lalu apa? Pernahkah Anda membaca suara Tuhan dibalik isyarat.
Sekitar setahun lalu menyisakan kenangan tersendiri bagi saya. Malam itu sekitar pukul 01.30, saya mengalami suatu peristiwa yang sangat dahsyat untuk di telaah oleh saya dan Anda, mengapa? Karena Dari hasil menelaah itu akan membuat saya dan Anda akan lebih bersinergi membaca suara Tuhan melalui apa yang tampak dan yang tidak tampak. Pada malam itu saya lekas pindah ke rumah dinas salah satu rumah sakit. Malam itu saya dibuat gemetar oleh sosok yang tertidur kaku, mukanya pucat, badanya memerah seperti gumpalan darah yang masih hangat. Tidak hanya sampai di situ,  rasa takut yang menikam enggan untuk menyentuh tubuh itu.
Sungguh, malam itu tuhan memperlihatkan keajaiban. Pertama, saya berusaha untuk melawan rasa takut karena terhitung itu adalah pengalaman pertama kali saya. Kedua, saya belajar problem solving dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk berpikir jernih. Ketiga, saya belajar tentang keajaiban.
Lalu di mana letak keajaibannya? Setiap orang tua menginginkan anak yang menghuni rumah-rumah tuhan. Janin yang sudah hidup ini dengan gagah dan beraninya kembali kepada pemilik suara dengan suci, sungguh sebuah kemenangan sejati. Puncak semua keajaiban itu ketika saya dari ruang bersalin menggendong janin yang tertidur kaku ke kamar jenazah untuk segera disucikan dan dikafankan selanjutnya dibawa ke rumah duka.
Sampai sekarang masih terbayang jelas rupa janin yang masih berbentuk gumpalan darah kental nan hangat itu. Setiap kali mengingatnya, saya seolah tengah berhadapan dengan firman tuhan yang pernah diajarkan oleh guru saya “Dialah yang telah menciptakan kamu dari segumpal darah” saya terdiam kaget setiap kali teringat dengan firman itu benar-benar ditunjukkan secara kasat mata oleh Tuhan melalui janin itu. Seolah dia tahu bahwa orang yang sedang mengurusi dia tidak terlampau pandai membaca. Padahal membaca adalah perintah  pertama yang diturunkan secara mutawatir ke nabi saw. “Bacalah”! Kata-Nya. Namun, mungkin kekebalan hati ini terlampau parah hingga tuhan harus mengutus janin mungil itu supaya saya bisa membaca suara Tuhan.
Apa yang harus saya baca? Buku, begitu banyak buku, tetapi isinya sering bertolak belakang. Karangan kaum intelek? Banyak tulisan orang-orang pintar tetapi isinya saling menyerang. Makalah? Tak terhingga jumlahnya tetapi saling menyalahkan. Cerita dan dongeng? Teramat banyak cerita yang mencaci serta mencerca dan menggunjing aib sesamanya. Lantas, apa yang harus saya baca?
“bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan.”
Menciptakan? Bukanya kalau ada yang menciptakan pasti ada yang diciptakan? Oh, apakah itu yang perintahkan tuhan bukan untuk membaca pada naskah-naskah tetapi membaca apa yang dia ciptakan?
“Yang menciptakan manusia dari segumpal darah.” Oh , apakah maksud Tuhan bahwa salah satu isyarat yang harus saya baca adalah segumpal darah itu?
“Bacalah, bahwa tuhanmulah yang maha pemurah.” Oh iya, atau  membaca karena pemurahnya tuhan?
“Yang mengajari manusia dengan perantaraan kalam.”  Tidak mungkin bagi saya untuk menghitung seluruh jumlah ciptaanmu, daun, ranting, air laut dan masih banyak lainya, apakah itu yang harus saya hitung? Tetapi tidak mungkin bagi manusia untuk memahami semua itu.
“Yang mengajari manusia tentang segala sesuatu yang tidak diketahuinya.” Tidak ada manusia yang serba tahu, bahkan sesungguhnya manusia tidak mengetahui segala sesuatu.
Saya memiliki jalinan emosional setiap kali mengingat janin suci itu. Dia mengingatkan saya tentang arti segumpal darah yang diciptakan Tuhan. Sudah pasti saya tidak bisa mengungkap seluruh hikmahnya. Tetapi , karenanya saya menjadi lebih sadar bahwa tidak ada sumber dan referensi yang paling baik selain yang diajarkan tuhan. Saya tidak akan terkejut ketika ilmu saya berbenturan dengan orang lain. Tidak heran juga ketika para aktivis dan cendekia masih saling mencela karena kebenaran tentang sebuah pengetahuan hanya akan bisa diungkapkan oleh mereka yang bersedia mendengar suara Tuhan. Melalui seluruh proses penciptaan yang dia paparkan dan alam semesta yang dia hamparkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar