Oleh : Mahfudz S
“Semua ambisi itu sah, kecuali yang dicapai
dengan menyengsarakan dan menginjak-injak kepercayaan orang lain (Joseph
Conrad)”
Surat ini kutulis
dengan hati berbunga. Rasanya terlalu cepat kau menginjak dewasa. Tampak matang
kau ketika bersibuk mempersiapkan diri, cari tempat tinggal baru. Waktu kadang
seperti sebilah kilatan cahaya. Melesat meninggalkan ku bersama guratan
kenangan. Ingatan ku padamu nak, tak bisa dihapus usia: semasa kecil kau
sekolah TK. Ada rasa takut saat pertama ku antar kau kesana. Tapi guru TK itu
memberi uluran senyum, menyapa seakan beri percaya. Hingga ku yakin kau berada
di tangan pendidik yang selalu bahagia. Rekaman itu berulang-ulang ku saksikan
diantara foto-foto TK mu yang lucu. Olehmu, aku kau buat lupa sulitnya
membesarkanmu seorang diri.
Sejak SD kau
sudah pintar menyebut nama. Ibu kota hingga lagu kebangsaan fasih kau lagukan.
Di SMP hapalannya sampai menyebut apa itu tugas MK. Di SMU lebih hebat lagi:
kau utarakan pendapat tentang keadaan. Hari itu ku lihat kau bukan lagi anak
kecil yang takut pada kenyataan. Sesekali aku kuatir dan cemas jika kau nanti
dapat nilai buruk. Tapi kenyataan telah paksa aku belajar bahwa hidup itu
sandaranya adalah sabar dan kekuatannya ada di rasa percaya. Tak terasa kini
kau sudah mahasiswa.
Aku, dan kuyakin
juga almarhum ayahmu, seperti melepas sebuah kereta. Nama kereta itu adalah
pengalaman dengan tujuan ke kota harapan.
Memang biayanya
tak kecil nak. Aku berusaha apapun untuk mendapatkan tiket itu. Biarlah peluh
keringat itu bercampur dengan darah asalkan kau bisa kuliah. Bagi ku kebanggaan
itu tak ada harganya, dan pengetahuan itu tak ada kuitansinya. Tentu kalau
boleh jujur biaya masuk itu berat untuk ku: tapi mana ada kampus yang biayanya
murah, nak?!. Walau kadang aku bertanya dalam hati: mengapa biayanya sebesar
itu dan untuk keperluan apa saja sebenarnya? Tapi aku bingung kemana akan
menanyakan itu semua, apakah didengarkan, dan apakah akan ada jawabannya. Ah,
lebih baik aku percaya saja bahwa kampus memang akan melahirkan orang pintar,
karena itu harus dengan biaya besar.
Maka pesanku nak: Jangan engkau menjadi mahasiswa
seadanya. Hanya menjalani kegiatan sekedarnya: kuliah, pulang dan bercanda. Kau
istimewa bagi ku, maka jadikan hari-harimu istimewa disana. Hiruplah udara
petualangan dengan belajar untuk jadi dewasa. Ciri seorang dewasa adalah
berani, punya prinsip dan tak ragu mencoba. Kalau kau bertemu orang sedang
susah, bantu dan belalah mereka. Kalau kau lihat ada kekejian maka lawanlah,
dan hadapi takutmu. Sikap itu yang konon membuat mahasiswa dijuluki agen
perubahan. Sikap itu yang membuat mahasiswa dianggap pendobrak kemapanan. Aku
bangga kalau kau mampu tunaikan harapan itu nak. Harapan yang tak sampai aku
tuju ketika harus membesarkanmu.
Karena itu nak, Jangan mudah putus asa. Buruknya nilai ujian
tak buat masa depanmu lebih buruk. Sejak dulu nilai sebuah pendidikan tak
digantungkan pada nilai pelajaran, nak. Hidup mengajariku bahwa sekolah itu
bukan sekadar untuk meraih nilai setinggi-tingginya, melainkan menambang
pengalaman sebanyak-banyaknya. Aku buktikan ketika berhasil mengantarmu ke
perguruan tinggi: tanpa nilai tinggi, cukup keberanian dan harga diri.
Maka jika ada
demonstrasi menentang kezaliman, jangan takut untuk terlibat. Tempa pengalaman,
jawab keingintahuan, dan asah kepedulian dengan melawan tiap tindakan
sewenang-wenang. Hiasi nama dan tanda tanganmu tak saja di kertas-kertas administrasi
perkuliahan, melainkan lembar-lembar petisi kemanusiaan. Aku ingin kau tumbuh:
menjadi penyayang dan pemberani. Jangan takut melawan tapi takutlah kamu pada
sikap diam melihat penindasan.
Maka jika ada
permasalahan, jangan lari dan sembunyi dalam galau. Hadapi dengan berani.
Keberanian bukan hadiah kehidupan, ia adalah upah dari kerja melawan ketakutan.
Tiap kau berjumpa persoalan kemanusiaan maka berusalah tegak di hadapanya.
Jangan kamu jadi pengecut dan lari menjauh dari persoalan. Jangan kau jadi anak
egois, tak peduli dan tak mau mengerti. Bahkan ketika kuliah mu terganggu dan
kau terancam, aku akan lebih bangga karena kau telah jujur pada keadaan. Besar
hatiku menyaksikan mu tumbuh dengan pengalaman berjuang melawan ketidak-adilan
dan mau berkorban untuk kepentingan kemanusiaan. Aku tak hanya mengantarkan kau
menjadi sarjana bertoga tapi ingin menjemputmu sebagai sarjana yang punya
pengalaman membela. Banggaku bukan pada nilai terbaikmu melainkan pengalaman
muda yang mengasah prinsip kemanusiaanmu.
Ku katakan ini semua bukan tanpa tujuan. Aku sungguh takut kau jadi seperti
mereka yang kini ada di penjara. Para mahasiswa teladan yang hidupnya berhasil
tapi berbuat nista. Seorang jaksa muda menerima suap dari kliennya, atau
seorang ketua partai yang masih berusia muda terbukti mencuri uang negara.
Dulunya mereka pintar dan punya prestasi sempurna. Malahan ada yang jadi dosen
teladan dengan ringan menerima suap dari perusahaan yang harusnya diawasinya.
Sakit hati orang tua melihat anaknya yang sarjana lalu berbuat nista pada
sesamanya. Walau tak sedikit juga orang tua yang senang anak sarjananya
membohongi dan memanfaatkan sesama demi menjadi kaya. Kita bukan dibesarkan
dari keluarga demikian, nak. Tiap hari aku berdoa semoga kau di masa mendatang
tidak terjerembab seperti mereka.
Karena itu nak
jangan mudah terpesona tahta dan harta. Tahta itu posisi yang menyanjung kau
sebagai orang penting. Ketika kau anggap dirimu harus diperlakukan istimewa,
rindu untuk diberi sanjungan, dan merasa diri paling benar: itulah awal mula
keculasan. Demikian pula harta yang memberi kau kemudahan untuk memiliki
apapun. Tak ada dalam rencanaku ketika membesarkanmu untuk hanya jadi mahasiswa
yang doyan belanja. Nilaimu bukan pada baju yang kau pakai, merk motor yang kau
bawa atau jenis HP yang kau miliki. Nilai dirimu ada pada kesediaanmu untuk
hidup ada adanya, berkorban untuk kepentingan yang melebihi kepentinganmu
sendiri, dan mau membela siapa saja yang dilukai harkat kemanusiaanya. Ingat
nak, nilai dirimu bukan diletakkan pada apa yang kau miliki tapi apa yang
sanggup kau lakukan untuk dirimu sendiri, sesamamu, dan lingkunganmu!
Itu sebabnya nak
pandai-pandailah menjaga diri. Jangan terlalu larut dengan kehidupan kampus
yang memuja penampilan. Juga jangan terlalu cemas melihat keadaan sehingga kau
kucilkan diri dan mengutuk semuanya. Terlibatlah dalam kehidupan sebagai anak
muda optimis, kritis dan memberi pengaruh positif. Jika perlu ajaklah
teman-temanmu untuk belajar tidak di kelas. Datangilah mereka yang dilanda
kesusahan. Belalah mereka yang kini haknya sedang terancam. Sering-seringlah
bergaul dengan orang pemberani. Dan mulailah membaca buku-buku yang memberi kau
keyakinan tentang perubahan sosial.
Aku tak bisa
selesaikan kuliahku karena kehadiranmu. Dan aku tak menyesal karena kau adalah
pelajaran paling berharga dan bernilai yang pernah kudapatkan. Kau adalah toga kebahagiaan
hidupku. Dalam usiamu yang baru menginjak 5 bulan di dalam perutku, aku sempat
merindui masa-masa ketika aku jadi mahasiswa seperti mu. Tetapi Brecht dengan
lantang menghardik pikiranku:
Disana kau duduk. Dan berapa banyak darah
ditumpahkan
Hingga kau dapat duduk disana. Apa cerita
semacam ini buat kau bosan?
Baiklah, jangan lupa ada orang lain duduk
disitu sebelum kau
yang kemudian malah duduki orang lain. Angkat
kepala mu!
Ilmu mu itu tak akan bernilai, kelak kau tau
Dan pelajaran itu akan mandul, kalau kau pikir
menyenangkan
Kecuali kau ikrarkan kepandaianmu untuk
berjuang
Melawan semua musuh-musuh kemanusiaan.
Jangan pernah lupa manusia seperti kau yang
terluka
karena kau bisa duduk di sini sementara banyak
yang lain tidak.
Dan sekarang jangan kau tutup matamu, dan
jangan kabur
Tetapi belajarlah untuk mempelajari, dan
cobalah mempelajari untuk apa kau belajar.”
Sekarang, aku tak
lagi bisa menemanimu seperti pada masa TK dulu. Aku tak sanggup lagi
menggenggam tanganmu untuk ku ajak melihat kegembiraan seperti waktu kecil
dulu. Kini saatnya kau genggam tangan kawan-kawanmu, rakyat kebanyakan yang
sedang mengalami kesulitan: buruh yang digaji kecil, petani yang disita
tanahnya, pedagang kecil yang digusur lapaknya, nelayan yang susah hidupnya,
perempuan yang jadi korban kekerasan di rumah dan di luar negeri, orang-orang
yang entah kenapa tak boleh beribada dengan tenang atas keyakinannya. Ada aku
diantara mereka, nak. Genggam tangan mereka dan berbagi kepercayaan bersama
mereka. Sungguh bukan buku kuliah, ruang kuliah atau IP yang akan membesarkan
harapanku: tapi jiwa mudamu yang mudah tersentuh dan peka pada penderitaan
sesama.
Kelak aku bisa
cerita pada yang lain kalau anakku bukan sekedar mahasiswa. Anakku belajar jadi
dewasa di perguruan tinggi: punya sikap dan tak ragu berkorban untuk sesama.
Anakku bukan duduk di kampus saja, tapi di belantara kehidupan rakyat yang kini
mengalami derita. Bukunya bukan hanya diktat kuliah, tapi pengalaman memahami
dan membela. Ajarannya tidak jadi hapalan dan dogma tapi perlawanan menentang
ketidakadilan. Kelak ketika dekan atau rektor endak melantikmu jadi sarjana,
biar orang-orang kecil dan miskinlah yang pindahkan tali toganya.
Aku hanya titip
pesan padamu nak, jangan sesekali kamu diperhamba oleh aturan, dan jangan pula
takluk oleh ancaman. Aku tak ingin kau jadi mahasiswa yang gampang menyerah
pada keadaan. Dan pelajaran kuliahmu tak satupun akan ajari kau budi pekerti
itu.
Kusudahi surat
ini sambil menatap wajah kecilmu. Lucu, nekat dan penuh keberanian. Tak ada
cita-cita yang terlalu besar kukorbankan demi bersarkan kau untuk tunaikan
cita-citamu.
Tugasku hampir
selesai. Sekarang ku lepas kau bukan pada guru yang penuh perhatian, tempat
yang padat aturan, tapi kehidupan mahasiswa yang sarat petualangan. Tak sabar
aku tunggu kabar petualangan darimu. Ku tunggu kisahmu tegakkan keadilan dan ku
nanti beritamu tentang perubahan. Aku tak akan bertanya berapa nilai ujianmu
atau kapan kau akan tamatkan kuliahmu. Sebab aku percaya ketika ku antarkan kau
ke kampus, kau akan belajar berterima kasih atas kursi kuliahmu yang diatasnya
ada darah dan perjuangan orang-orang yang pernah dan tak bisa mendudukinya.
Disana kau akan mengerti apa itu nilai, yang peluhnya adalah pengorbanan dan
cara meraihnya dengan keberanian. Ketika kau pahami itu, maka tugasku akan
selesai.
Nak, tak perlu
berterima kasih, tapi sampaikan rasa terima kasihmu pada rakyat kecil yang akan
memberimu pelajaran tentang kebenaran dan perjuangan. Juga minta perlindungan
dari Nya sehingga kau diberi kekuatan Iman, Harapan dan Keteguhan. Tuhan akan
selalu menyertai siapa saja anak muda yang teguh memegang kebenaran dan berani
memperjuangkannya.
Selamat berjuang nak, doaku selalu
meyertai hari-harimu.
Aku,
Ibu yang selalu mencintai dan
menyayangimu, selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar