Oleh : Imm. Abdurrahman Irham
Pergolakan
pemikiran telah menghinggapi alam pikiran mahasiswa atau biasa disebut kaum
intelegensia. Hal ini menjadi semacam stimulus terbentuknya paradigma terpola
untuk merekayasa tangga kesuksesan. Pergolakan itu dimulai dengan cara
menerawang masa depan (forecasting), membulatkan tekad (dedication) dan
meneguhkan pendirian (loyality). Demikian itu, bahwa dengan menuntut ilmu atau
katakanlah kuliah merupakan tahap yang mesti dilewati oleh seorang mahasiswa.
Mengingat
hegemoni modernisme telah menjadi tantangan yang perlu dihadapi setiap
mahasiswa. Lalu modernisme perlu diiringi dengan penguatan intelektual agar
tidak tergilas dimakan zaman. Seorang filsuf Rene Descartes mengatakan, “Aku
berpikir, maka aku ada”. Sehingga dengan berpikir, maka seseorang akan
dikatakan ada dalam mewarnai kehidupannya.
Bagi kaum
intelektual, bukan zamannya lagi untuk berpangku tangan untuk menghayalkan masa
depan. Tapi, mulai menata ke depan, bahwa akan melakukan yang terbaik bagi
agama dan bangsa Indonesia tercinta. Kemudian menggali potensi masing-masing
dengan penuh perjuangan demi menggagas peradaban yang baru.
Dalam kerangka
aktivisme, mahasiswa kerap dijuluk sebagai agent lokomotif, agent of change
dalam pranata sosial. Hal itu tentu menjadi tanggung jawab besar dalam
masyarakat dan bangsa. Setidaknya ada hal bermakna yang dapat dilakukan bagi
lingkungan dimana ia berada.
Di waktu yang
sama, kita menyaksikan presentasi situasi dimana nampak terjadi pergeseran
nilai dan budaya, seperti sopan santun yang mulai tergerus berganti dengan
premanisme, ramah tamah berganti vandalisme dan liberalisme yang kian
menghinggapi masyarakat pada umumnya. Disinilah peran mahasiswa dituntut
melakukan aksi nyata demi mempertahankan budaya yang telah diwariskan oleh
pendahulu bangsa ini.
Perubahan sosial,
menurut penulis, terjadi dikarenakan semakin massifnya teknologi dan arus
informasi menancapkan cengkramannya. Sebagai contoh, handphone yang dulu hanya
sebatas alat komunikasi semata. Kini, ia berubah menjadi alat informasi yang
bisa merubah keadaan sosial masyarakat.
Mahasiswa yang
sadar akan diri dan posisinya, tidak akan diam melihat kondisi akibat dari arus
informasi tersebut. Dengan kesadaran intelektual ideologis, mahasiswa sebagai
kaum terdidik harus melakukan aksi nyata dalam menyadarkan masyarakat dan
khususnya pada diri sendiri, bahwa ia
tidak boleh terpedaya oleh teknologi.
Dapat dikatakan
bahwa kalangan pelajar atau mahasiswa, merupakan kelompok tingkat sosial yang
sangat rentan dipengaruhi oleh pesatnya arus teknologi. Ia kemudian memicu
terjadinya pemerkosaan, pergalauan yang diluar batas manusiawi, kemorosotan
moral, budaya komsumtif, pesimisme dan hedonisme. Tentu saja keadaan yang jelas
sangat mengkhawatirkan itu menjadi tantangan bagi mahasiswa yang hidup di zaman
modern. Sehingga, sebuah kebodohan dan hipokritas yang sangat nyata apabila ada
mahasiswa yang hanya terus sibuk beraktifitas di dalam ruang bertembok tanpa
mau peduli dengan lingkungannya sebagai bentuk apresiasi terhadap interaksi
sosialnya.
Melihat kenyataan
tersebut, perlu ada kegiatan yang mengarah pada hal yang positif. Misalnya
saja, membentuk sebuah lembaga sosial untuk menggali potensi mahasiswa, membuat
sebuah forum kajian keagamaan untuk memperkokoh pondasi keagamaan dan mengajak
untuk menghasilkan karya demi tegaknya peradaban baru. Bukan hanya sekedar kuliah pulang(mahasiswa
kupu-kupu), jalan bersama pacar, tiap bulan minta gaji pada orang tua dll. Hal
seperti harus dihindari oleh kita sebagai mahasiswa.
Sebab, harus
diingat, bahwa menyandang status mahasiswa, bukan hal yang mudah untuk diemban.
Karena perlu ada aktualisasi dalam bentuk nyata untuk mewarnai kehidupan.
Sehingga akan lebih bermakna kehidupan ini, bilamana ia bisa bermanfaat di
antara kita dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan
pencipta-Nya. Khairunnas amfakhum linnas( sebaik baik manusia adalah yang bisa
bermanfaat buat manusia yang lainnya).
Karenanya, Sang
Proklamator Soekarno mengatakan, “Berikan Aku sepuluh pemuda, maka aku akan
guncangka dunia”. Artinya, segolongan pemuda atau mahasiswa yang potensial dan
berdedikasi, akan mampu menaklukkan dunia dengan pemikiran dan penanya.
Kemudian mengambil peran sesuai dengan keahlian yang bisa disumbangkan kepada
bangsa. Dengan kata lain apabila kita sebagai mahasiswi ingin mewujudkan apa
yang dimaksud oleh bapak soekarno hatta tentunya kita harus memperkuat
intelektual, humanisme, dan religius kita sebagai mahasiswa yang kemudian nanti
bisa diaplikasikan pada masyarakat yang ada.
Dalami pandangan
Antonio Gramsci, sebagai kaum intelektual organik, mahasiwa perlu
mengaplikasikan semua potensi yang dimiliki. Kemudian mengeluarkan sebuah karya
positif demi terciptanya sebuah peradaban baru, yakni peradaban yang menjunjung
tinggi nilai-nilai moralitas, humanisme dan religiusitas.
Dengan demikian,
kita berharap perubahan sosial menuju tampilnya Indonesia wsebagai bangsa yang mandiri, bangsa yang
berdiri di kaki sendiri, akan benar-benar terwujud.Oleh karena itu mulai dari
sekarang kita harus memahami peranan kita sebagai mahasiswa, yang menyandang
tugas berat sebagai agent lokomotif, agent of change pada lingkungan sekitar
kita. Semoga nama MAHASISWA yang kita emban sekarang bisa membawa perubahan yang
jelas terhadap lingkungan sekitar kita khususnya buat bangsa yang besar ini.
Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar