PENEGAKAN HUKUM DALAM HUKUM LINGKUNGAN SEBAGAI SOLUSI ATAS PERMASALAHAN LINKUNGAN HIDUP MENURUT UUPPLH NO 32 TAHUN 2009 - Tamaddun FAI

Tamaddun FAI

"IMM GERAKANKU, TAMADDUN JATI DIRIKU"

Sabtu, 08 Desember 2018

PENEGAKAN HUKUM DALAM HUKUM LINGKUNGAN SEBAGAI SOLUSI ATAS PERMASALAHAN LINKUNGAN HIDUP MENURUT UUPPLH NO 32 TAHUN 2009

Oleh : Firdaus
(Mahasiswa Prodi Ahwalu Sakhshiyah 2015/Kabid Hikmah IMM Komisariat Tamaddun FAI UMM 2017-2018)

PENEGAKAN HUKUM DALAM HUKUM LINGKUNGAN
SEBAGAI SOLUSI ATAS PERMASALAHAN LINKUNGAN HIDUP MENURUT UUPPLH NO 32 TAHUN 2009

Abstact
An effective and an ideal law enforcement are the main aim of the environmental law that everybody dream it without any exception. A various kinds of enforcement regulation such as completion of the problem in the legal and peace line of compensation are chosen in gaining the justice, certainty, and the benefit of the law itself. For example in the litigation line, departing from Stocholm Declaration in Sweden on 1972 to Law number 32 of 2009 about Environmental have been set in detail. It includes the environmental problems, the way to solve the problems and also the sanctions dropped when proven guilty. It also covers the solutions of environmental disputes through the courts (litigation) or outside the court proceedings (non litigation). In the law enforcement process regulated in Article 54 Environmental Protection and Management Law (UUPPLH), the law requires every polluter and/or environment destroyer to restore the environmental functions. Administrative sanctions as refferd to in Article 76 (2) are also dropped to them. It comprises the written strikes, government coercion, freezing the environmental permits, and the removal of environmental permits. In the process of solving, which has been regulated in Article 80 paragraph 1, is conducted temporary repensional activity, transfer of production facilities, the closing of waste disposal or emition, dissasembly, seizure of stuffs or tools that have a potentially generating violations, temporary suspension of all activities, and other actions. This actions do to stop the violation and restore the environmental function. For the last, criminal sunctions are also regulated in article 97 to Article 120 Environmental Protection and Management Law number 32 of 2009.     

Keyword: Litigation, Non Litigation, Restrore The Environmental Functions, Administrative sanctions, and Criminal Sanctions.
Abstrak
Penegakan hukum yang baik dan benar merupakan cita-cita luhur yang di idam-idamkan oleh setiap orang tampa terkecuali. Berbagai macam regulasi dalam penegakan hukum baik jalur hukum maupun perdamaian ganti rugi semuanya merupakan upaya dalam mencari keadilan, kepstian dan kemanfaatan hukum itu sendiri. Dalam jalur litigasi misalnya mulai dari declarasi stocholm di swedia pada tahun 1972 sampai pada Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup telah mengatur secara rincih dan menditail masalah lingkungan hidup tampa terkecuali proses penyelesaian serta sanksi yang dijatuhkan apabila terbukti bersalah. Kemudian penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pegadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan (non litigasi). Sehingga dalam proses penegakan hukum setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 UUPPLH yang mewajibkan kepada setiap pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup mupun sanksi Administrasi sebagaimana di maksud dalam pasal 76 (2). Sanksi administratif meliputi teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, dan pencabutan izin lingkungan kemudia sebagai pelaksana pasal ini di atur dalam pasal 80 ayat (1)  penghentian sementara kegiatan produksi, pemindahan sarana produksi, penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi, pembongkaran, penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran, penghentian sementara seluruh Kegiatan dan tindakan lain. Hal ini bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. Yang terakhir adalah sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 97 sampai pasal 115 UUPPLH No 32 tahun 2009.
Kata kunci : Litigasi, Non litigasi, pemulihan fungsi lingkungan, sanksi administrasi, saksi pidana.
  1. Pendahuluan
Sejatinya peningkatan taraf kehidupan yang lebih maju merupakan suatu keharusan dikarenakan tuntutan zaman, disamping itu dalam peningkatan taraf kehidupan tentu bagitu banyak pencapaian yang harus dilaksanakan termasuk peningkatan infrastruktur untuk pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelnjutan yang kami maksud disini adalah memaksimalkan seluruh pembangunan sekarang tampa mengurangi porsi kebutuhan masa depan.
Dalam arti pembangunan tentu akan memanfaatkan sumber daya alam yang begitu besar dan maksimal dan kalau kami bisa menakar akibat dari pembangunan ini akan menimbulkan berbagai kerusakan (damage) yang cukup parah sehingga menyebabkan lingkungan tercemar, krisis air bersih, serta semakin sedikitnya lahan akibat dari akuisisi lahan yang begitu luas sehingga ekosistem pun terancam rusak dan punah.
Maka agar tetap tercapainya subtansi pembangunan berkelanjutan pada hakikatnya menjadi suatu keharusan bila kita memahami alam sebagai ekosistem dan sebagai sumber kehidupan manusia itu sendiri dimana manusia tidak bisa terlepas dari ketergantungan nya kepada alam, walaupun dewasa ini begitu banya ecosistem buatan (artificial ecosystem) hasil kerja manusia terhadap ekosistemnya sebaga alternatif pemenuhan hajat hidup manusia sendir. Namun harus kita fahami bahwa ekosistem buatan mempunya kelaman dalam ciri heterogenitasannya sehingga bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tetap stabil serta membutuhkan enegri dari luat yaitu manusia sendiri untuk tetap merawat terhadap ekosistem yang dibuat itu. Beda dengan ekosistem alamiah yang terdapat heterogenitasannya tinggi serta mampu mempertahannka mempertahankan proses kehidupan didalamnya dengan sendiri.
Kemudian disis lain perkembangan penduduk dan masyrakat yang begitu cepat dengan jumlah penduduk semakin bertambah sebagian besar penduduk kita berusia muda, penduduk yang memperoleh pendapatan dari sektor pertanian, serta banyaknya penduduk yang masuk pasar kerja.
Disektor lain pemangkasan dan pembakan sumber daya alam yang besar yang bersumber dari kemiskinan keterbelakangan pengetahuan dan penghayatan terhadap lingkungan hidup sehingga mendesak perlu untuk mengelola sumber daya alam secara tidak tepat dan tidak efektif sehingga mengabaikan faktor lingkingan hidup. Selain itu perkembangan teknologi dan kebudayaan yang mengharuskan negara berkembang menyesuaikan diri untuk ikut-ikutan seperti mereka pada hal di mana tempat untuk memproduksi, dari mana bahan-bahan itu didapatkan seain dari megambil secara brutal kekayaan alam tampa mempertimbangkan dampak kedepan dilain piha masuknya para investor asing secara besar-besaran dengan hak guna usaha sehingga membabak habis kekayaan alam yang pada ujungnya terjadinya konflik antara masyarakat dengan pemerinta, swasta, BUMN, dan aparat.
Berbagai jenis usaha yang dilakukan oleh para pelakun usaha yang seharusnya sebelum melakukan usaha para pelaku usaha harus mempu menganalisi secara mendalam dan detail akan kemungkinan yang terjadi akibat usaha tersebut yang kemudian dapat di tanggulangi sehingga tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah sebagaimana diatur dalam pasal 5 UUPPLH Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan: inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion; dan penyusunan RPPLH kemudian para pelaku usaha dalam malakukan usaha harus berpegang teguh pada asas pengelolaan lingkungan hidup antara lain tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion,  keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif; kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik; dan otonomi daerah.
Namun dalam kenyataan nya tidak jarang banyak pelaku usaha dan pengelola lingkungan tidak merealisasikan secara penuh maupun sebagian rambu-rambu sebagaimana ditentukan dalam undang-undang sehingga akibatnya banyak masalah yang timbul akibat pengelolaan yang salah itu, sebut saja misalnya Di dalam pemanfaatan sumber daya alamtersebut sangat potensial mendatangkan sejumlah konflik kepentingan antara satu warga masyarakat dengan warga masyarakat lainhya, antara pengusaha dan warga masyarakat, antara pengusaha dan pemerintah, dan antara warga masyarakat dengan pemerintah. Karena, dalam konteks yang demikian siapapun menjadi sangat potensial melakukan perusakan dan atau pencemaran lingkungan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Untuk mengantislpasi munculnya konflik tersebut sekaligus untuk menyeiesaikan konflik yang muncul diperlukan adanya suatu aturan hukum. Dewasaini, aturan hukum yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang kemudian diatur kembali dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 terntang pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH).
  1. Pembahasan
Sistem penegakan hukum lingkungan
Penegakan hukum lingkungan tidak hanya ditujukan untuk memberikan hukuman kepada perusak atau pencemar lingkungan hidup. Tetapi, juga ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau tindakan yang dapat menimbulkan perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup. Oleh karena itu, penegakan hukum lingkungan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga bersifat preventi.
Penegakan hukum lingkungan yang bersifat repres/f ditujukan untuk menanggulangi
perusakan dan atau pencemaran lingkungan dengan menjatuhkan atau memberikan sanksi (hukuman) kepada perusak atau pencemar lingkungan yang dapat berupa sanksi pidana (penjara dan denda), sanksi perdata (ganti kerugian dan atau tindakan tertentu), dan atau sanksi administrasi (paksaan pemerintahan, uang paksa, dan pencabutan izin).
Sedangkan penegakan hukum lingkungan yang bersifat preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau tindakan yang dapat menimbulkan perusakan atau pencemaran lingkungan. Dewasa ini, instrumen hukum yang ditujukan untuk penegakan hukum lingkungan yang bersifat preventif ini adalahAMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan Perizinan.
Dengan demikian, penegakan hukum lingkungan yang bersifat represif dllakukan setelah adanya perbuatan atau tindakan yang mengakibatkan terjadinya perusakan atau pencemaran lingkungan. Sedangkan penegakan hukum preventif lebih bersifat mencegah agar perbuatan atau tindakan itu tidak menimbulkan perusakan atau pencemaran lingkungan. Jadi, dilakukan sebelum terjadinya perusakan atau pencemaran lingkungan.
Penyelsaian sengketa
Sesuai dengan ketentuan UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan penyelesaian sengketa dalam pengeadilan. Dalam ketentuan pasal Pasal 84
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa  adapun penyelsaian sengketa dalam pengadilan.
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 85
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a.     bentuk dan besarnya ganti rugi;
b.     tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c.     tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
d.     indakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan     hidup.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang Undang ini.
(3) Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal 86
(1) Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dalam pengadilan
Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Pihak - pihak yang berhak melakukan gugatan atas pencemaran lingkungan
Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 90
(1)     Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Hak Gugat Masyarakat
Pasal 91
(1)     Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapatkesamaan fakta atau peristiwa,dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
(3)     Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Pasal 92
(1)     Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2)     Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
(3)     Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi
persyaratan:
  1. berbentuk badan hukum;
b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan     untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling
singkat 2 (dua) tahun.
Gugatan Administratif
Pasal 93
(1)     Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara
apabila:
a.     badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada    usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan   dokumen amdal;
b. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKLUPL; dan/atau
c. badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau     kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.
(2)     Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Tenggat Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Pasal 89
(1)     Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dihitung sejak diketahui adanya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2)    Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa tidak berlaku terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan dan/atau mengelola B3 serta menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dalam lingkup pidana
Pelaporan
Pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah, atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa tindak pidana. Pasal 1 butir 24 KUHAP
Pengaduan
Pemberitahuan yang disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya pasal 1 butir 25 KUHAP
Penyelelidikan
Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan pasal 1 butir 5 KUHAP.
Penyidikan
Serangkaian tindakan penyidik  dalam hal menurut cara yang di atur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya Pasal 1 butir 2 KUHAP.
Pasal 94
(1)     Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
(2)    Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang:
a.     melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b.    melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
c.     meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
e.    melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f.     melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
g.     meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
h.     menghentikan penyidikan;
i.     memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat rekaman audio visual;
j.    melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan, dan/atau tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana; dan/atau
k.     menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
(3)     Dalam melakukan penangkapan dan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf k, penyidik pejabat pegawai negeri sipil berkoordinasi dengan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
(4)     Dalam hal penyidik pejabat pegawai negeri sipil melakukan penyidikan, penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia memberikan bantuan guna kelancaran penyidikan.
(5)     Penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dengan tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
(6)     Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil disampaikan kepada penuntut umum.
Pasal 95
(1)     Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penegakan hukum terpadu diatur dengan peraturan perundangundangan.enyidikan
Pembuktian
Dalam sistem peradilan pidana di indonesia pembuktian menurut undang-undang negatif dalam arti sistem pembuktian ini salah atau tidaknya terdakwah itu ditentukan oleh keyakinan hakim. Namu dalam hal pengajuan alat bukti menurut pasal 183 KUHAP bahwa bukti sekurang-kurangnya dua atat bukti yang sah dan setiap alat bukti memiliki kekuatan yang sama.
Pasal 96
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas:
a.     keterangan saksi;
b.     keterangan ahli;
c.     surat;
d.     petunjuk;
e.     keterangan terdakwa; dan/atau
f.     alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Penjatuhan sanksi
Penjatuhan sanksi ganti kerugian
Pasal 87
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum dan/atau kewajiban badan usaha tersebut.
(3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan.
(4) Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Penjatuhan sanksi Administrasi
Penjatuhan sanksi admlnlstratif kepada pelaku perusakan atau pencemaran lingkungan tidak harus melalul putusan pengadilan. Penjatuhan sanksi admlnlstratif dapat langsung dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang terhadap pelaku perusakan atau pencemaran lingkungan sebagaimana di maksud dalam  Pasal 76 (2) yang berbunyi:
Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Sanksi pidana
Setiap pelanggaran kasus lingkungan hidup baik itu kerusakan maupun pencemaran lingkungan oleh pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab maka kepolisian maupun PNS yang memiliki kewengan untuk memeriksa, meminta keterangan serta mencari barang bukti terhadap orang ataupun badan hukum yang di duga melakukan pelanggara sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 UUPPLH maka pihak kepolisian maupun PNS berhak untuk memeriksa dan menyita barang hasil pelanggaran yang kemudian dijadikan sebagai alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 94 ayat (1), (2), dan (3) UUPPLH.
Walaupun dalam tahap penjatuhan sanksi tersebut terkesan lama atau tidak efektif di keranakan keterbatasan dalam melaksanakan tugas namu disi lai dalam UUPPLH ini pidana lingkungan masuk pada delik aduan dalam arti setiap orang, ataupun badan hukum yang merasa dirugikan sebagaimana dimaksyd dalam pasal 90, pasal 91, dan pasal 92 UUPPLH dapat melaukan aduan berupa pelaporan atas pelanggaran lingkungan kepada kepolisian.
Berikut ini akan disajikan dalam bentuk tabel saksi pidana dalam UUPPLH Nomor 32 tahun 2009.
Agar dapat menetukan delik dalam tindak pidana sangat perlu menentukan unsur-unsur dalam pasal sehingga dapat mengetahui apakah pelaku telah memenuhi delik atau tidak, Secara umum unsur-unsur tindak pdana dapat di bagi menjadi dua macam yakni unsur objektif yakni unsur yang terdapat diluar pelaku Sedangkan unsur subjektif unsur yang terdapat dalam diri pelaku.
Pasal
Unsur-unsur
pemberatan
Hukuman
Subjektif
Objektif
98 (1)
Dengan sengaja
  • Setiap orang
  • Mengakibatkan dilampauianya baku mutu udara ambien
  • Baku mutu air
  • Baku mutu air laut
  • Baku kerusakan lingkungan hidup

Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp3000.000.000.00. (tiga milyar rupiah) atau paling banyak Rp 10.000.000.000.00. (sepuluh milyar rupiah)
98 (2)


  • Menyebabkan luka-luka
  • Bahaya kesehatan manusia
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah).
98 (3)


  • mengakibatkan orang luka berat
  • mati
Idana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00
lima belas milyar rupiah)
99 (1)
  • Kelalaian

  • Setiap orang
  • Mengakibatkan dilampauinya baku mutu
  • Udara ambien,
  • baku mutu air,
  • baku mutu air laut,
  • kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

  • pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
    99 (2)


    • Menyebabkan luka-luka
    • Bahaya kesehatan manusia
    pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00
    (enam miliar rupiah).
    99 (3)


    • mengakibatkan orang luka berat
    • mati
    Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
    100 (1)
    melanggar
    • Setipa orang
    • baku mutu
    • air limbah, baku mutu emisi,
    • Baku mutu gangguan

    dipidana, dengan pidana penjara denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
    100 (2)


    • Dapat dikenakan apabila sanksi administrasi yang dijatuhkan tidak dipatuhi
    • Pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali
    dipidana, dengan pidana penjara denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
    101
    • Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
    • Setiap orang
    • Melepaskan
    • mengedarkan rekayasa genetik ke
      media lingkungan hidup yang  

    dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
    102
    • Melakukan pengelolaan

  • Setiap orang
  • limbah B3
  • Tampa izin

  • Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
    Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
    103
    • Melakukan

  • Setiap orang
  • Menghasilkan limbah B3
  • Tidak melakukan pengelolaan

  • pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
    paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
    104
    • Melakukan

  • Setiap orang
  • Melakukan Dumping limbah
  • Tampa izin

  • pidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
    105
    • Memasukan

  • Setiap orang
  • memasukkan limbah ke dalam
    wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

  • pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
    106
    • Memasukan

  • Setiap orang
  • memasukkan limbah B3 ke
    dalam wilayah Negara Kesatuan Republik indonesia

  • pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
    107
    • Memasukan

  • Setiap orang
  • etiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang
    menurut peraturan perundang–undangan ke
    dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

  • pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
    belas miliar rupiah).
    108
    • Melakukan

  • Setiap orang
  • Melakukan pembakaran lahan

  • Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga m iliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000.00. (sepuluh milyar rupiah).
    109
    • Melakukan

  • Setiap orang
  • Melakukan usaha
  • Kegiatan tampa memiliki izin lingkungan

  • pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan
    denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
    110
    • Menyusun

  • Setiap orang
  • menyusun amdal tanpa
    memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal

  • pidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
    111 (1)
    • Memberikan

  • Pejabat
  • pemberi izin lingkungan yang
    menerbitkan izin lingkungan tanpa
    dilengkapi dengan amdal
  • UKL-UPL

  • pidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
    rupiah).
    111(2)
    • Memberi

  • Pejabat
  • pemberi izin usaha
  • kegiatan yang menerbitkan izin usaha
  • kegiatan tanpa dilengkapi
    dengan izin lingkungan

  • ipidana dengan pidana penjara paling ama 3 (tiga) tahun dan denda paling  banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
    rupiah).
    112
    • Dengan sengaja

  • Setiap pejabat
  • tidak melakukan pengawasan terhadap
    ketaatan penanggung jawab usaha
  • Kegiatan terhadap peraturan perundangundangan
  • izin lingkungan
  • kerusakan lingkungan yang
    mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,

  • pidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
    113
    • Memberi

  • Setiap orang
  • memberikan informasi
    palsu
  • Menyesatkan
  • Menghilangkan informasi
  • memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan
  • penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan
  • pengelolaan lingkungan hidup

  • pidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
    114
    • Melaksanakan

  • Setiap penanggung jawab usaha
  • kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah

  • pidana dengan pidana penjara
    paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
    115
    • Sengaja

  • Setiap orang
  • Mencegah
  • Menghalang-halangi
  • Menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup

  • pidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
    Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

    1. Penutup
    Kesimpilan
    Penegakan hukum lingkungan menurut UUPPLH dapat dilakukan melaui jalurpengadilan maupun di luar pengadilan dengan langkah prefentif dan represif langkah prefetif dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya pencemaran instrumen hukum yang digunakan adalah musyawarah masyarakat dengan pelaku usaha sehingga tercapainya kesepakatan baik akan mengganti kerugian maupun pemulihan lingkungan instrumen hukum administrasi yakni teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan; atau dan pencabutan izin lingkungan.
    Disamping itu penegakan secara represif digunakan untuk menangguangi perusakan atau pencemaran yakni dengan menggunakan gugatan adminisrtasi sehingga di berikan sanksi Administrasi kemudian menggunakan gugatan perdata  Sehingga diberikan sanksi ganti rugi, pemulihan lingkungan dan pelapotan atau aduan kepada kepolisian sehingga akan di berikan sanksi pidana.

    DAFTAR PUSTAKA
    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup
    Zairin Harahap, “Penegakan Hukum Lingkungan menurut UUPLH”, Jurnal Hukum, Vol.11,  No.27, September 2004.
    Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta: 2017.
    Catatan akhir tahun 2017 konsorsium pembaruan agraria Reforma Agraria di bawah bayangan investasi gaung besar di pinggiran jalan.
    Siti Sundarl Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi Kedua, Airlangga University Press, Surabaya: 2000.
    Tholib Efendi, Dasar-dasar Hukum Acara Pidana, Setara Press, Malang: 2014.
    Tongat, hukum Pidana Materiil,UMM Press, Malang : 2003.  
    Prim Haryadi , pengembangan hukum lingkungan hidup melalui penegakan hukum perdata di indonesia, jurnal konstitusi Vol.14, No. 1, Maret 2017.
    Ahmad Jazuli , Dinamika hukum lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam rangka pembangunan berkelanjutan, Jurnal Rechts Vinding, Vol. 4, No. 2, Agustus 2015.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar